Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: ETIKA HIDUP BERMASYARAKAT

2012/06/11

ETIKA HIDUP BERMASYARAKAT


HIDUP BERMASYARAKAT HARUS SALING MENGHARGAI
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi VIII, 17 Juni 2011 M / 15 Rajab 1432 H)
OLEH : ZULKIFLI, S.Pd.I

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Seseorang tidak akan bisa hidup sendiri. Dia pasti membutuhkan bantuan atau sumbangsih dari orang lain, baik dalam bentuk harta, tenaga, pikiran, maupun yang lainnya.
Misalnya, ketika kita ingin makan nasi, maka kita membutuhkan jasa para petani. Karena nasi itu berasal dari beras, dan beras berasal dari padi. Sementara padi itu dihasilkan oleh para petani. Ketika kita ingin makan daging sapi, kambing atau ayam, maka kita membutuhkan jasa para peternak hewan. Dan ketika ia ingin makan ikan laut, maka ia membutuhkan jasa para nelayan. Demikian juga halnya dengan kebutuhan pakaian dan tempat tinggal, kita sangat membutuhkan jasa para penjahit dan tukang bangunan.
Oleh karena itu, dalam hidup bermasyarakat kita harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Saling tolong-menolong antar sesama. Kita harus membiasakan diri untuk bermasyarakat, karena kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Jangan sampai karena sibuk mencari harta, kita mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat.
Bila kita tidak mau bersosialisasi dengan warga masyarakat, maka hidup kita akan sengsara, tidak akan pernah bahagia. Tidak ada seorangpun warga yang mau membantu kita bila kita tidak mau membantu orang lain. Apabila kita ingin mengadakan sebuah acara, seperti yasinan, slakaran, syukuran, dan lain-lain, pasti kita membutuhkan bantuan para tetangga dan menginginkan para warga untuk menghadiri undangan kita. Bila sebelumnya kita tidak pernah membantu tetangga dan tidak pernah menghadiri undangan warga, maka siapa yang akan membantu kita dan siapa yang akan mau menghadiri undangan kita?
Manusia diciptakan secara berpasangan, ada laki-laki ada perempuan.  ada yang kaya ada yang miskin, ada yang berpangkat ada yang tidak punya pangkat, ada yang memiliki banyak gelar ada yang tidak  punya gelar sama sekali. Mereka diciptakan dengan berbagai  karakter, tingkah laku, budaya, suku dan bahasa yang berbeda-beda supaya mereka bisa saling mengenal. Sesungguhnya kemuliaan seseorang itu tidak ditentukan oleh banyaknya gelar yang ia raih, tingginya jabatan yang ia punyai, melimpahnya harta yang ia miliki, dan sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Maka dalam kehidupan bermasyarakat seyogianya kita saling menghargai dan menghormati, jangan kita menyombongkan diri di hadapan orang lain, menganggap diri lebih mulia dan lebih terhormat dari yang lain. kita tidak boleh mencari-cari kesalahan orang lain, juga tidak boleh mencela atau menghina orang lain, karena bisa jadi ia lebih baik dan lebih mulia dari kita. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan panggilan yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Al-Hujuraat: 11-13)
Dalam Islam, sikap menghargai orang lain merupakan identitas seorang Muslim sejati. Seorang yang mengakui dirinya Muslim, harus mampu menghargai orang lain. Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tidak termasuk golongan umatku orang yang tidak menghormati mereka yang lebih tua dan tidak mengasihi mereka yang lebih muda darinya, serta tidak mengetahui hak-hak orang berilmu.” (HR. Ahmad).
Sekarang mari kita renungkan sebuah kisah antara dua orang sahabat. Yang satunya sudah menjadi seorang professor dan yang satunya lagi hanya menjadi seorang nelayan.
Suatu hari bertemulah dua orang sahabat lama di kampung pesisir sebuah pantai. Keduanya dulu sahabat di bangku SD dan SMP. Atas perjalanan sang waktu dan kesempatan maka selepas dari SMP mereka menjalani kehidupan masing-masing, yang satu pergi merantau ke kota untuk meneruskan jenjang pendidikannya hingga menjadi Professor dan yang satunya lagi tetap tinggal di kampung nelayan menjalani kehidupan menjadi nelayan sejati.
Rentang waktu beberapa puluh tahun maka suatu hari Sang Professor pulang kampung mengunjungi sanak-saudara dan keluarga beserta teman-teman lamanya. Bertemulah kedua sahabat itu dan kemudian saling melepas kangen. Sebagai bentuk reuni mereka maka teman yang berprofesi sebagai nelayan mengajak temannya yakni Sang Professor untuk naik perahu kecil memancing ikan ke tengah lautan.
Dalam perjalanan ke tengah laut terjadilah dialog yang menarik antara dua kawan lama ini.
“Apa kamu bisa berbahasa inggris?”, tanya sang professor kepada si nelayan.
“Wah, terus terang saja saya tidak sempat belajar bahasa Inggris karena saya hanya belajar sampai SMP dan kemudian menjadi nelayan setiap pagi dan sore.” jawab si nelayan dengan ringan dan sedikit malu-malu.
“Rugi sekali kamu tidak bisa bahasa Inggris, dengan bahasa Inggris kamu bisa mempelajari aneka ilmu, berkeliling dunia, merantau dan bisa menjadikan kamu kaya raya. Sebaliknya jika kamu tidak bisa bahasa Inggris berarti kamu sudah kehilangan 50% hidupmu”, saut sang professor dengan nada yang mulai menampakkan keunggulan dan kesombongannya.
Kemudian professor bertanya lagi, “Kalau ilmu matematika kamu bisa tidak?”.
Dengan malu yang makin besar, maka suara lirih sang nelayan menjawab, “Apalagi ilmu matematika, kamu tentu tahu sendiri lah dengan bekal saya cuma lulusan SMP pasti tidak tahu banyak tentang Matematika”. Jawaban si nelayan menjadikan sang professor makin besar kepala dan merasa lebih dari sahabat lamanya.
Tiba di tengah laut tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung, dan ombak hujan bercampur angin lebat menerpa perahu kecil kedua sahabat tersebut.
Melihat kondisi ini sang professor menjadi sangat ketakutan dan memegang erat-erat tepian perahu.
“Tenang saja kawan, ombak ini insya Allah tidak akan membinasakan kita. Ini biasa terjadi kalau cuaca seperti ini”, celetuk si nelayan memberikan penerangan kepada sang professor.
“Kita tidak usah takut. Jika ombak menghempaskan perahu ini maka kita tinggal berenang beberapa ratus meter dari sini, maka kita akan sampai ke daratan pantai”, tambah si nelayan.
Mendengar ucapan itu maka makin takutlah sang professor dan mendekap erat si nelayan.
Sang professor kemudian berkata, “Justru karena saya tidak bisa berenang maka saya takut jika perahu ini terbalik dan ombak menghempasakan kita di tengah laut”, berkata dengan penuh ketakutan.
“Wah percuma kamu jadi professor jika tidak bisa berenang, kalau tidak bisa bahasa Inggris dan Matematika tadi kamu katakan akan kehilangan 50% hidupmu, tapi jika saat ini kamu tidak bisa berenang maka kamu akan kehilangan 100% hidupmu”.
Dari kisah di atas, dapatlah kita memetik pelajaran, bahwa setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tidak ada seorang makhluk pun yang sempurna tanpa ada kekurangan. Oleh karena itu, jika kita mempunyai kelebihan maka kita tidak boleh mencela dan menghina kekurangan orang lain karena bisa jadi kita banyak kelebihan di satu sisi tapi banyak juga kekurangan di sisi yang lain. Dan kita dalam hidup bermasyarakat harus saling mengisi, saling menghormati dan saling menghargai supaya kehidupan bermasyarakat kita menjadi aman, nyaman, rukun, dan sejahtera.

Wallahu A’lamu Bishshawaab.

No comments:

Post a Comment