Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: SUKSES SEJATI BERAWAL DARI INSTROSPEKSI DIRI

2012/06/13

SUKSES SEJATI BERAWAL DARI INSTROSPEKSI DIRI


SUKSES SEJATI BERAWAL DARI INSTROSPEKSI DIRI
(Buletin At-Tajdid, Edisi III, 29 Januari 2010 M / 14 Shafar 1431 H)
BY: Zulkifli, S.Pd.I

Kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan, maupun kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.
Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering menginginkan agar sekolah kita ini berubah, menjadi sekolah yang maju dan berkualitas layaknya sekolah-sekolah unggulan. Tapi, pada saat yang bersamaan, ternyata kita sendiri tidak mau merubah diri kita, tidak mau memperbaiki sikap dan perilaku kita, tidak mau mentaati peraturan sekolah, tidak mau disiplin, dan tidak mau serius dalam mengembangkan potensi yang kita miliki. Kita hanya bisa mengkritik  kekurangan orang lain meskipun kekurangannya itu sedikit, tetapi kita jarang menyadari kekurangan yang ada pada diri kita, padahal kekurangan kita itu sangat banyak. Ini sesuai dengan peribahasa yang mengatakan “Semut di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan”.
Jangankan mengubah Sekolah, mengubah diri kita sendiri saja tidak mampu. Kita sangat menginginkan siswa-siswa berubah, lebih rajin, lebih disiplin, tapi kenapa merubah sikap kita sendiri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang cukup untuk bersungguh-sungguh merubah diri sendiri. Kita hanya sibuk mengkritik orang lain.
Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas.
Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang sehebat apapun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri.
Pemimpin manapun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses manapun bakal roboh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu mudah, tapi, tidak sembarang orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang-orang yang sukses sejati.
Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekalipun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar. Calon orang yang sukses sejati.
Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah katapun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya.
Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.
Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut. Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan sejati diawali dari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien ya Rabbal ‘Alamin…
Setelah melihat kekurangan yang ada pada diri kita, maka kita dapat membuat rencana untuk memperbaiki diri. Akan tetapi yang sering menjadi kendala adalah kesalahan persepsi dalam memahami konsep perubahan. Kita sering membuat statement “Gimana kita bisa menjadi guru profesional sementara pemerintah jarang memberikan kita kesempatan untuk pelatihan, seminar, workshop, dan lain sebagainya. Kita hanya mengandalkan orang lain untuk merubah diri kita. Padahal sebenarnya tidak ada seorangpun yang dapat merubah nasib kita kecuali diri kita sendiri. Hal ini sudah ditegaskan di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 11 yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Memang orang lain dapat memberikan andil yang dalam perubahan diri diri, akan tetapi bila kita sendiri tidak mau berubah, bagaimanapun seseorang berusaha merubah kita maka itu akan sia-sia saja. Karena perubahan itu akan terjadi bagi orang-orang yang mau merubah dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment